In
Memoriam Sulastomo
Pak Tom dan HMI di Tengah Ancaman PKI
Syaefudin Simon
Apa jadinya HMI tanpa Pak Tom? Pertanyaan itu
penting, mana kala kita mengenang perjuangan tanpa lelah dan riskan Pak Tom di
saat-saat Indonesia berada dalam kegentingan amat berbahaya akibat tekanan
PKI.
Pak Tom panggilan akrab Dr. Sulastomo, MPH yang wafat
Jumat siang (13/12/019) dalam usia 80 tahun adalah tokoh Islam yang semasa
mudanya hidup dalam nafas tambahan akibat tekanan, manuver, dan fitnah PKI.
Sebagai Ketua Umum PB HMI antara tahun 1963-1966 kita bisa membayangkan, betapa
sulitnya mempertahankan eksistensi organisasi mahasiswa Islam yang amat dibenci
PKI itu. Dalam berbagai pawai akbarnya, baik di Jakarta maupun di kota-kota
besar lain,PKI selalu mengumandangkan: Bubarkan HMI! Bubarkan HMI!
Saat itu, Bung Karno sangat dekat dengan PKI. Hampir setiap tuntutan PKI,
diterima Bung Karno. Organisasi mahasiswa yang berafiliasi dengan PKI CGMI
(Consentrasi Gerakan Mahasiswa Indonesia) jadi anak emas Bung Karno.
Celakanya si anak emas itu merengek-rengek kepada Bung Karno agar membubarkan
HMI.
Sulastomo tahu, bagaimana kebencian PKI terhadap HMI. Mahasiswa Fakultas
Kedokteran UI tersebut -- kata KH Amidhan, teman dekat Sulastomo di HMI nyaris
tak pernah tidur di saat-saat kritis menjelang meletusnya Gestapu. Amidhan
mengaku pernah diajak Sulastomo menemui tokoh-tokoh Islam dan militer anti-PKI
di tengah situasi yang mencekam di Jakarta beberapa hari setelah meletus
peristiwa G30S PKI.
Dalam kegilasahannya melihat kebencian PKI terhadap HMI, Tom, kata Amidhan,
punya strategi jitu. Untuk mencegah Bung Karno membubarkan HMI, Tom muda
menjalin persahabatan dengan KH Saifudin Zuhri (Menteri Agama saat itu) dan Dr.
Subandrio (orang kepercayaan Bung Karno, Ketua Badan Pusat Intelejen atau BPI).
Tom tahu, dua tokoh itu dekat sekali dengan Bung Karno.
Konon, saat itu, tak ada yang ditakuti Bung Karno
termasuk Amerika sekali pun kecuali tokoh-tokoh NU. Tanpa dukungan NU, Bung
Karno tak berani melangkah. NU yang memberikan gelar waliyul amri dharuri
bis-syaukah (pemegang kekuasaan negara darurat) kepada Bung Karno, menjadikan
Sang Pemimpin Besar Revolusi makin terikat dengan jebakan politik Nahdhiyyin.
Sedangkan Dr. Subandrio, adalah orang kepercayaan Bung Karno yang telah teruji
kesetiaannya. Bung Karno sangat mempercayai Dr. Subandrio, sehingga
mengangkatnya sebagai ketua BPI yang membawahi seluruh jaringan intelejen baik
di sipil maupun militer.
Sulastomo muda yang cerdik, sengaja mempererat silaturahmi dengan dua tokoh
itu. Ketika yel-yel PKI Bubarkan HMI makin membahana, Tom muda mohon kepada
kedua beliau agar mempengaruhi Bung Karno untuk tidak memenuhi
permintaan PKI. Ketika PKI mendesak Bung karno agar membubarkan HMI, Subandrio
benar-benar memenuhi permintaan Tom muda. Subandrio menyarankan Bung Karno agar
tidak membubarkan HMI. Alasannya, nanti umat Islam marah. Sedangkan Saifuddin
Zuhri tokoh NU yang saat itu jadi Menteri Agama berani menantang Bung
Karno.
Kalau Presiden membubarkan HMI, hari ini juga saya mundur dari kabinet.
Konon, Bung Karno terkejut melihat keberanian Saifuddin Zuhri membela HMI.
Ancaman KH Saifuddin Zuhri membuat Bung Karno berpikir dua kali mengabulkan
tuntutan PKI untuk membubarkan HMI. Sebab jika Saifuddin Zuhri mundur dari
Kabinet, itu artinya sama dengan NU tidak lagi mendukung Bung Karno.
Secara politik ini membahayakan. Akhirnya Bung Karno memetuskan: menolak
permintaan PKI untuk membubarkan HMI.
Tom menang! Dan itulah jasa terbesar Tom muda
dalam memperjuangkan Islam di Indonesia. Nurchlolish Madjid yang menggantikan
Tom di HMI setelah kepemimpinannya, memuji peran Sulastomo yang gagah dan
cerdik itu. Tanpa keberanian dan diplomasi yang handal dari Sulastomo, kata
Nurchlolish Madjid mungkin HMI hanya tinggal kenangan!
Tom adalah tokoh mahasiswa yang terlibat langsung dalam hiruk pikuk politik
menjelang peristiwa G30S PKI. Ia tak hanya berhasil menyelamatkan HMI, tapi
juga menjadi saksi perjuangan rejim Orde Baru dalam menyelamatkan Indonesia
dari cengkeraman PKI. Tom, di samping membangun relasi dengan ulama, juga
dengan militer yang anti-PKI, terutama dengan Jenderal Soeharto.
Pak Tom di hari tuanya, seperti diceritakan Amidhan,
sahabat dekatnya merasa heran, kenapa generasi muda Indonesia antipati terhadap
Pak Harto yang menyelamatkan Indonesia dari kremusan PKI. Fitnah-fitnah
terhadap Pak Harto yang menyatakan Jenderal Bintang Lima itu terlibat dalam kup
deta sangat merisaukan Pak Tom. Kenapa ada orang lebih mempercayai
Cornell Paper yang menyatakan Peristiwa Gestapu adalah akibat konflik internal
Angkatan Darat ketimbang pengkhianatan PKI? Aneh bin ajaib! -- ujar Pak Tom
yang tahu banyak peristiwa G30S PKI. Beliau heran terhadap sikap para pengamat
yang tak terlibat langsung pada tragedi itu menyalahkan Pak Harto.
Tahun 1955, pada Pemilu demokratis pertama, PKI (Partai Komunis
Indonesia) berada di empat besar partai pemenang Pemilu. Setelah itu,
perkembangan PKI sangat cepat. Kedekatannya dengan penguasa dan janji-janjinya
yang memukau rakyat kecil terutama pembagian tanah secara merata menjadikan PKI
seperti penyelamat untuk kehidupan petani miskin. Di pihak lain,kaum buruh
menatap masa depannya penuh harap. Karena PKI menjanjikan, jika ia menguasai
negara, buruh bukan lagi pekerja di pabrik; tapi pemilik pabrik itu sendiri.
Buncahan harapan itulah yang menjadikan wong cilik tertarik PKI.
Perjalanan PKI dengan ideologi marxisme-
materialisme yang atheistis ini, ternyata berhasil memukau rakyat
kecil. Bahkan Pemimpin Besar Revolusi Bung Karno menempatkan komunisme dalam
narasi besar Nasakom (Nasionalisme, Agama, dan Komunisme). Nasakom adalah tiga
pilar yang -- menurut Bung Karno -- harus menjadi landasan pembangunan bangsa
Indonesia. Ketiga pilar itu harus berjalan seirama.
Bagaimana fakta lapangannya? Komunisme sebagai ideologi
PKI, tak hanya bertentangan dengan prinsip kaum agamawan yang ber-Tuhan, tapi
juga bertentangan dengan prinsip kaum
nasionalis yang menempatkan Pancasila sebagai ideologi
negara. Dengan demikian, integrasi Nasakom sulit terjadi. Yang mengejutkan
kemudian, Nasakom jadi instrument PKI untuk memojokkan musuh-musuh politiknya.
Dengan mudah, PKI mengecap musuh- musuh politiknya sebagai kaum Anti-Nasakom.
Jika sudah demikian, negara pun akan memojokkannya.
Tahun-tahun yang kacau politik
terus bergulir. Posisi PKI dalam fragmen politik Indonesia terus naik.
PKI berhasil membujuk Presiden RI untuk membubarkan Partai Masyumi.
Masyumi bubar. Lalu, PKI pun membujuk Presiden Soekarno untuk membubarkan HMI.
Kali ini gagal.
Saat itu, saya sebagai Ketua Umum PB HMI, jelas Pak Tom, harus melakukan
perlawanan terhadap propaganda PKI yang ingin membubarkan HMI di satu sisi;
tapi di sisi lain, saya harus melakukan pendekatan terhadap elit politik di
sekitar Bung Karno agar mendukung eksistensi HMI. Sampai peristiwa G30S PKI
meletus, HMI tetap eksis. Kita semua sudah tahu, bagaimana dahsyatnya
peristiwa G30S PKI. Indonesia nyaris hancur dan dikuasai partai
komunis itu. Hanya karena pertolongan Allah kepada bangsa Indonesia, PKI gagal
mencengkeram ibu pertiwi.
Satu Oktober 1965. Soeharto, yang saat itu Panglima
Kostrad (Komando Strategi Angkatan Dara,t) bergerak cepat. Obyek-obyek vital
seperti Radio Republik Indonesia (RRI) dan Lanud Halim Perdanakusuma segera
direbut kembali setelah sebelumnya dikuasai PKI. Begitu juga Makodam (Markas
Komando Daerah Militer) dan Makorem (Markas Komando Resort Militer). Sampai
akhirnya Presiden Soekarno mengeluarkan Surat Perintah Sebelas Maret
(Supersemar) untuk dipergunakan Jenderal Soeharto mengendalikan keamanan
di seluruh wilayah Indonesia.
Melalui kekuasaanSupersemar itulah, pada tanggal 12 Maret 1966, Jenderal
Soeharto membubarkan PKI dan ormas - ormasnya. Peristiwa G30S PKI menimbulkan
luka mendalam bagi bangsa Indonesia. Korbannya mencapai ratusan ribu jiwa
melayang, bahkan jutaan. Dan korban terbanyak adalah orang-orang PKI. Kenapa?
Karena PKI adalah penyebab kekacauan itu. PKI adalah inisiatornya.
Belakangan, ada pihak-pihak yang menggugat dan
mempertanyakan kembali, kenapa peristiwa G30S PKI terjadi? Kenapa orang-orang
PKI dibunuh? Bukankah mereka tidak bersalah?
"Saya ingin menjelaskan, bagaimana peristiwa G30S PKI terjadi.
Soalnya saat ini muncul berbagai macam teori terjadinya gerakan makar tersebut,
sehingga membingungkan publik. Terutama generasi Pasca-G30S. Generasi ini
terpapar teori-teori spekulatif tentang munculnya tragedi PKI. Terbitnya
buku-buku yang menyalahkan Militer Angkatan Darat, Soeharto, dan Islam di
satu sisi; kemudian menganggap PKI sebagai pihak tak bersalah di sisi lain
makin membingungkan generasi muda. Khususnya Generasi Milenial yang lahir
tahun 1980-2000-an dan setelahnya," ungkap Soelastomo
Dalam sebuah tulisannya menyambut buku "1000 Hari PKI Mencekam Yogya"
karya Amidhan Shaberah dan Syaefudin Simon, Sulastomo memberi kata pengantar
sebagai berikut:
Saya saat itu Ketua PB HMI (1963-1966) dan dekat dengan
sejumlah elit militer dan politik Pusat yang terlibat langsung dalam fragmen
G30S PKI. Saya mencoba menganalisis teori-teori, kenapa peristiwa G30S
PKI terjadi? Siapa pelakunya dan siapa pula yang paling
bertanggungjawab? Ada lima teori.
I. Teori Pertama: Peristiwa G30S
PKI adalah Persoalan Intern TNI/Angkatan
Darat. Teori ini, terpatahkan dengan Dekrit No.1 Dewan
Revolusi. Dekrit ini menyatakan bahwa G30S PKI mempunyai jangkauan
kekuasaan yang sangat jauh. Ia tidak hanya menyingkirkan Dewan Jenderal yang
melakukan kudeta terhadap Bung Karno, tapi juga sebuah gerakan perebutan
kekuasaan. Hal ini dapat disimpulan dari Dekrit No.1 Dewan Revolusi itu
sendiri. Yaitu:
(1) Bahwa
Dewan Revolusi akan dibentuk seluruh Indonesia dan akan merupakan sumber segala
kekuasaan.
(2)
Bahwa Kabinet Dwikora dinyatakan demisioner.
(3)
Nama Sukarno tidak masuk dalam Dewan Revolusi.
II. Teori Kedua: Kudeta Soeharto terhadap Sukarno.
Sekilas teori tersebut sangat logis. Namun apa yang terjadi tidak sesederhana
teori itu. Proses pergantian kepemimpinan berjalan sangat alot bahkan
melelahkan. Sebabnya, karena Pak Harto saat itu belum siap atau bahkan tidak
bersedia untuk mengganti Presiden Soekarno. Pak Harto sebenarnya sangat loyal
kepada Bung Karno. Sanggahan saya didukung dengan gambaran fakta saat itu,
bagaimana Pak Harto mendapat dukungan penuh semua elemen bangsa (militer,
birokrat, masyarakat, dan rakyat). Mereka mendorongnya untuk mengganti
Presiden Sukarno pada tahun 1967 dan 1968.
III. Teori Ketiga: G30S adalah rekayasa Soekarno. Saya
menolak teori ini dengan 7 butir sanggahan.
(1)
Bung Karno sangat berhati-hati dengan berbagai isu yang memicu
terjadinya G30S, khususnya isu Dewan Jenderal dan Dokumen Gilchrist.
(2)
Pada tanggal 1 Oktober 1965 Bung Karno diagendakan
menerima Jenderal Ahmad Yani. Namun pertemuan itu gagal karena terjadi
peristiwa G30S. Pertemuan itu juga tidak mustahil dimaksudkan untuk mengecek
isu Dewan Jenderal.
(3) Apa yang terjadi pada tanggal
1 Oktober, sangat mengejutkan Bung Karno (Compleet Overrompeling). Ketika
berada di Air Mancur Monas hendak ke Istana pada pagi hari tanggal 1 Oktober,
Bung Karno tidak tahu peristiwa apa yang terjadi.
(4)
Di Lanud Halim Perdanakusuma, setelah
menerima laporan dari Brigjen Supardjo, Bung Karno menolak
memberikan dukungan kepada G30S. Sikap Bung Karno ini, salah satu faktor yang
menyebabkan gagalnya G30S.
(5)
Dekrit No.1 Dewan Revolusi
sangat jelas menggambarkan sebagai kudeta, sebab Kabinet
Dwikora di-demisioner-kan dan nama Bung Karno tidak ada dalam susunan Dewan
Revolusi. Sementara Dewan Revolusi sumber dari segala kekuasaan.
(6) Tidak benar
bahwa Bung Karno menerima laporan dari Letkol Untung (Ketua
Dewan Revolusi Nasional) melalui seorang utusan ketika sedang berada di Istora
Senayan. (7) Dari aspek sifat dan kepribadian, Bung Karno adalah seorang
humanis, yang tidak mungkin menyetujui tindak kekerasan untuk mencapai ambisi
pribadi.
IV. Teori Keempat: G30S adalah konspirasi DN Aidit/
Sukarno dan Mao Ze Dong. Teori ini menimbulkan pertanyaan dan keraguan. (1)
Informasi yang tidak akurat tentang sakitnya Bung Karno
pada 4 Agustus 1965 yang diterima DN Aidit. Tidak benar hari itu Bung
Karno collaps (pingsan) sebagaimana berita atau rumor saat itu. (2)
Benarkah ada kesepakatan antara DN Aidit, Bung Karno, dan Mao Ze
Dong bahwa akan dibentuk Kabinet Gotong-Royong dan Bung Karno bersedia istirahat
di Swanlake, Cina? Berita itu sangat sulit dipercaya karena seorang
pejuang besar seperti Bung Karno bersedia istirahat ketika bangsanya masih
memerlukan dirinya. (3) Jadi berita atau teori nomor dua adalah imajiner. (4)
Meskipun DN Aidit dan Bung Karno berada di Halim Perdanakusuma,
namun kedua orang itu tidak sempat bertemu. Suatu hal yang sangat tidak
logis, apabila keduanya telah menyepakati sebuah komitmen bersama.
V. Teori kelima: G30S adalah provokasi asing. Teori ini
lemah. Karena tidak mungkin intelejen lalai dan kecolongan di saat kritis pada
peristiwa besar. Saat itu, Dr. Subandrio adalah Ketua BPI (Badan Pusat Intelegen)
yang pasti lebih tahu apa yang terjadi di negara ini.
Demikian juga isu Dokumen Gilchrist dan Dewan Jenderal. BPI tidak
memberikan klarifikasi autentik.
Dokumen Gilchrist (Gilchrist document) adalah sebuah
dokumen yang dahulu banyak dikutip surat kabar era tahun 1965-an. Dokumen
Gilchrist sering digunakan untuk mendukung argumen keterlibatan Blok Barat
dalam penggulingan Soekarno di Indonesia. Namun dokumen tersebut kemungkinan
besar palsu atau sebenarnya tidak ada. Dokumen ini, konon, sebenarnya
berasal dari sebuah telegram dari Duta Besar Inggris di Jakarta yang bernama
Andrew Gilchrist. Telegram ini ditujukan kepada Kantor Kementerian Luar
Negeri Inggris. Konon, isinya, berupa rencana gabungan intervensi militer
AS-Inggris di Indonesia. Pertama kali keberadaan dokumen diumumkan oleh
Soebandrio, Menteri Luar Negeri Indonesia saat itu, dalam perjalanannya ke
Kairo, Mesir. Soebandrio adalah kepala Biro Pusat Intelijen (BPI).
BPI merupakan lembaga super karena mengendalikan kesatuan intel di tiga
angkatan (kepolisian negara, kejaksaan, dan intelijen Hankam). Setibanya
di Kairo, Kedutaan Besar AS berusaha mendapatkan foto salinan dokumen tadi.
Setelah diteliti, ternyata dokumen tersebut palsu. Di kemudian hari, seorang agen
rahasia Cekoslowakia bernama Vladislav Bittman yang membelot ke Barat tahun
1968 menyatakan bahwa biro agensinya-lah yang melakukan pemalsuaan dokumen
Gilchrist. Tujuannya untuk melindungi nama PKI sekaligus menjatuhkan AS.
Dari gambaran di atas, kita bisa menyimpulkan: siapa
dalang Peristiwa G30S yang nyaris meruntuhkan NKRI dan Pancasila tersebut.
Jelas: PKI sendiri. Itulah penjelasan Pak Tom - Ketua Umum PB HMI yang
terlibat langsung dalam hiruk pikuk tragedi G30SPKI dan aktif mencari
informasi, siapa dalang peristiwa yang nyaris menghnacurkan Indonesia
itu.
Selamat Jalan Pak Tom untuk memenuhi panggilan Sang
Pencipta. Rakyat Indonesia akan selalu mengenang jasa-jasa Pak Tom yang tak
terkira besarnya dalam berjuang menyelamatkan umat, khususnya HMI, dari
kekejaman PKI.
Syarat & Ketentuan