Kaget. Itulah yang saya rasakan
waktu itu. Saat itu saya sedang mengawas ulangan di salah satu ruang kelas di
lantai 2. Acha yang masih kelas 10 adalah salah satu murid yang saya awasi.
Hanya tertinggal Acha dan seorang teman sekelasnya karena yang lain sudah
selesai dan berada di luar ruang ulangan.
Tiba-tiba Acha melihat ke arah kursi di
belakangnya yang sudah kosong. Dengan cepat dia membalikkan badannya ke depan.
Tak lama kemudian, dia kembali melihat ke arah belakang yang sama. Kali ini
saya bisa menangkap ekspresi takut dan cemas dari wajahnya. Wah, saya jadi
berpikir apa Acha bisa melihat makhluk ghoib? Kebetulan di samping jendela
kelas ini ada kuburan warga.
Saat mengumpulkan kertas ulangan, saya
menanyakan Acha mengenai apa yang ia lihat di belakangnya tadi.
Aku lihat anak laki-laki
pakai baju hitam-hitam, kepalanya tertutup hudi, duduk di situ Bu, Dia menunjuk ke bangku kosong di pojok
belakang. Saya merinding.
Sekarang dia masih di sana, Cha?
Udah ga ada Bu.
Itulah awal saya tahu bahwa Acha punya
keistimewaan. Semenjak percakapan saya dan Acha saat ulangan itu, saya secara
intensif mengadakan komunikasi dengan Acha. Setiap hari saya sempatkan untuk
menemuinya di kelas dan mengajaknya untuk ke ruang BK untuk sekedar menanyakan
kabar, bagaimana perasaannya saat itu, apa yang sedang dia pikirkan, dan
hal-hal ringan lainnya. Saya berusaha membangun trust Acha kepada
saya sebagai guru BK-nya.
Saya melakukan pendekatan yang saya
sebut dengan OLUGA. Saya terapkan OLUGA kepada Acha dan secara umum murid-murid
lainnya. Apa itu OLUGA?
O = Observing. Mengamati tingkah
laku, gerak- gerik, ekspresi, gesture, intonasi suara, interaksi, dan
hal spesifik yang terlihat dari tiap murid, itulah hal pertama yang saya
lakukan. Acha anak yang pendiam, baik di dalam kelas saat pelajaran, maupun di
luar kelas. Dia lebih sering tampak sendiri dan melihati teman-temannya yang
lain. Tak jarang teman-temannya dan guru-guru melihat Acha bertingkah bak
balerina dengan memutarkan tubuhnya di koridor. Acha juga kerap berbicara dan
tersenyum sendiri. Saat diminta untuk maju ke depan kelas, ekspresinya mendadak
berubah menjadi takut. Dia pernah bersembunyi di toilet saat pengambilan nilai
debat dalam pelajaran Bahasa Indonesia.
L = Listening. Mendengarkan
isi pikiran, perasaan, pengalaman di masa sebelumnya, latar belakang keluarga
dari seorang murid adalah tahap berikutnya
setelah observing. Mendengarkan adalah proses menggali
informasi. Pada dasarnya setiap anak butuh untuk didengarkan apalagi jika ia
kurang berkomunikasi di rumah dan di sekolah.
Acha
adalah anak tunggal yang kedua orangtuanya bekerja. Tidak punya saudara dan
tidak ada teman di rumah membuat Acha kesepian. Saat SMP, Acha pernah mengalami
peristiwa traumatik yang membuatnya tidak percaya untuk menjalin pertemanan
lagi sehingga terbawa sampai SMA. Acha menarik diri ke dalam dunianya sendiri.
Dalam kesendirian, Acha menciptakan teman-teman bayangan. Ada satu teman
bayangan yang sangat kuat yang selalu menemani di sekolah dan di rumah. Jika
teman-temannya di sekolah melihat Acha berbicara dan tersenyum sendiri,
sebenarnya dalam pikiran ia sedang berbicara dengan teman bayangannya. Begitu
pula saat ia berputar bak balerina, di pikirannya ia sedang menari bersama
teman bayangannya.
Sosok bayangan anak laki-laki dengan
pakaian dan hudi hitam adalah sosok yang ditakuti Acha. Sosok inilah yang ia
lihat saat saya menjadi pengawas ulangan di kelasnya. Sosok ini hanya muncul
saat Acha dalam kondisi takut, cemas, khawatir, atau kondisi yang membuat ia
tidak nyaman. Seperti saat ulangan, saat pengambilan nilai, atau saat akan maju
ke depan kelas.
Yang
melegakan adalah Acha bisa membedakan mana yang nyata dan mana yang hanya ada
dalam imajinasinya. Hanya saja Acha tidak bisa menolak kehadiran teman-teman
bayangannya. Ia membutuhkan kehadiran mereka terutama saat ia merasa kesepian.
Ia juga tidak bisa menghindar dari kehadiran musuhnya, sosok hitam berhudi,
yang selalu datang di saat ia takut atau cemas.
U = Understanding. Memahami segala
kondisi murid setelah mengetahuinya dari listening adalah tahap
berikutnya. Tidak mudah bagi anak untuk bisa secara terbuka mengungkapkan
segala sesuatu mengenai dirinya kepada orang lain. Belum tentu dia terbuka
kepada orang tuanya sendiri. Perlu adanya kepercayaan
atau trust kepada orang tersebut.
Membangun trust memerlukan kemampuan dalam memahami anak. Tidak
menghakimi, tidak menganggap sepele, tidak menganggap aneh adalah kunci dari
memahami. Cukup dengan mendengarkan, menerima, dan memahami.
Memahami Acha dengan kondisinya
sehingga menimbulkan trust adalah tahap penting dalam proses
pemberian bantuan nantinya. Kadang saya bertanya tentang teman bayangan Acha.
'Dia' seperti apa, sedang di mana, apa yang sedang dilakukan, pakai baju apa,
apa hobinya, tadi mengobrol apa saja, dan hal lain selayaknya 'dia' ada. Dengan
demikian saya berusaha menyelami isi pikiran Acha.
G = Guiding. Tahap berikutnya
adalah guiding atau membimbing. Intervensi
dan treatment dilakukan dalam tahap ini. Begitu mengetahui bahwa Acha
pernah mengalami peristiwa traumatik, hambatannya dalam relasi sosial, serta
menciptakan teman-teman bayangan, saya langsung mengundang orangtua Acha untuk
mendiskusikan kondisinya. Kaget sudah pasti, tidak menyangka bahwa anak semata
wayangnya mengalami masalah psikologis.
Orangtua Acha sangat kooperatif dalam
menangani ananda. Acha dikonsultasikan kepada psikolog sekolah. Satu per satu
teman bayangan Acha dihilangkan dimulai dari teman yang paling lemah, yang
paling jarang muncul. Membangun kepercayaan diri Acha saya lakukan dengan
mengembangkan potensinya. Dalam hal interaksi sosial, saya mendekatkan Acha
dengan teman-teman yang paham dengan kondisinya.
A = Affirming. Tahap terakhir
adalah affirming atau menguatkan. Setiap anak dilahirkan dengan
potensinya masing-masing. Tugas orangtua dan pendidik adalah mengeluarkan dan
mengasah potensi anak. Acha memiliki daya imajinasi sangat tinggi di mana ia
bisa menciptakan tokoh-tokoh yang detil dengan latar yang tidak kalah detil. Ia
juga memiliki kemampuan literasi yang baik. Beberapa cerpen fiktif berhasil ia
ciptakan. Bahasa Inggris Acha juga baik. Beberapa cerpen ia tulis dalam Bahasa
Inggris dengan vocabulary yang beragam. Acha berminat dengan jurusan
kuliah sastra Inggris. Potensinya juga menunjang untuk jurusan ini.
Kekuatan Acha lainnya adalah ketekunan
dan motivasi yang tinggi dalam belajar. Tidak sekalipun ia bolos sekolah dan
saat pembelajaran harus dilakukan secara daring akibat pandemi, Acha selalu
hadir di kelas gmeet. Persiapan UTBK dijalani dengan penuh semangat.
Pada saat ia memilih jurusan kuliah, terlintas minat lainnya, yaitu psikologi.
Ketekunan, perjuangan, serta kekuatan
untuk bisa survive menjalani masa SMA membuahkan hasil yang sepadan.
Acha dinyatakan diterima di Fakultas Psikologi kelas internasional Universitas
Indonesia. Doa teriring semoga Acha mendapatkan keberkahan dalam ilmu yang
sedang dipelajarinya dan bisa menjadi bekal dalam kehidupan berkarirnya
nanti. Congratulation, Acha, you did it. I'm so proud of you.
Untuk seorang murid inspiratif, Acha.
Depok, 20 November 2021
Dini Pramesti, S.Psi.
Guru BK SMA Islam Dian Didaktika
Syarat & Ketentuan